Materi 16 : Tuntunan Menuju Akad

Tuntunan Menuju Akad Nikah

Bismillah,.

Selamat malam sahabat semua, materi malam ini adalah melanjutkan materi sebelumnya tentang khitbah. Yaitu tentang hal – hal penting yang perlu dilakukan setelah khitbah hingga akad nikah.

Akad pernikahan adalah syariat Islam, pintu gerbang yang menghalalkan ikatan dua insan manusia. Akad pernikahan adalah amal, dan setiap amal tentu ada ilmunya. Sebelum memasuki masa akad pernikahan tentu setiap mempelai khususnya laki-laki paham dan mengerti tentu ilmu-ilmu tentang akad pernikahan. Salah satunya yang utama adalah rukun menikah. Berikut adalah di antara rukun nikah

1. Calon Pengantin Laki-laki

Yang pertama adalah adanya calon pengantin pria atau calon suami. Dan calon suami tersebut telah memenuhi kriteria syar’i seorang laki-laki dibolehkan menikah, di antaranya adalah :

1. Islam
2. Laki-laki
3. Bukan mahram dengan calon istri,
4. Mengetahui wali yang sebenarnya bagi akad nikah tersebut,
5. Tidak dalam keadaan ihram haji atau umroh,
6. Dengan kerelaan sendiri dan bukan dalam keadaan terpaksa,
7. Tidak dalam keadaan mempunyai empat istri yang sah dalam satu waktu,
8. Mengetahui bahwa wanita yang ingin dinikahi adalah sah dijadikan sebagai istri.

Tentang seorang yang sedang ihram, di dalam hadits disampaikan bahwa:

“Seorang yang sedang berihram tidak boleh menikahkan, tidak boleh dinikahkan, dan tidak boleh mengkhitbah.”

(HR. Muslim no. 3432)

2. Calon Pengantin Perempuan

Rukun nikah selanjutnya adalah adanya calon istri. Pun seperti dengan calon suami, adanya calon istri ini harus dipastikan betul tidak ada hal-hal yang menghalangi dan yang membuat terlarang secara syar’i untuk menikah.

Untuk calon pengantin perempuan atau calon istri, hendaknya juga memenuhi syarat-syarat berikut ini agar terpenuhi rukun nikah dalam Islam:

1. Islam
2. Perempuan tertentu
3. Bukan mahram dari calon suami.
4. Akil baligh
5. Tidak dalam keadaan berihram haji atau umroh
6. Tidak dalam masa iddah
7. Bukan istri orang

3. Wali Nikah

Wali dalam pernikahan merupakan hal wajib. Hal ini bisa kita lihat dalam hadits Rasululullah Saw berikut ini tentang wali pernikahan.

“Tidak ada nikah kecuali dengan adanya wali.”

(HR. Al-Khamsah kecuali An-Nasa`i, dishahihkan Al-Imam Al-Albani t dalam Al-Irwa` no. 1839)

Juga di dalam hadits berikut ini.

“Wanita mana saja yang menikah tanpa izin wali-walinya maka nikahnya batil, nikahnya batil, nikahnya batil.”

 (HR. Abu Dawud )

Jadi apabila seorang wanita menikahkan dirinya sendiri tanpa adanya wali nikahnya maka itu bathil dan tidak sah. Demikian pula, bila ia menikahkan wanita lain.

Syarat-syarat wali nikah:

1. Laki-laki
2. Berakal
3. Islam
4. Baligh
5. Tidak sedang berihram haji atau umrah
6. Tidak fasik
7. Tidak cacat akal pikiran, gila atau terlalu tua

Berdasar pada kompilasi hukum Islam di Indonesia mengenai hukum pernikahan, telah disebutkan bahwa wali nikah terdiri dari; wali nasab dan wali hakim. Namun, wali hakim baru bisa bertindak jika wali nasab tidak ada atau tidak mungkin menghadirkannya atau tidak diketahui tempat tinggalnya. Adapun mereka yang termasuk dalam wali nasab adalah ayah dari pihak wanita, saudara laki-laki pihak wanita, paman dari jalur ayah dan jika semuanya tidak ada baru boleh dengan wali hakim, yang ini bisa dilakukan oleh pihak kantor urusan agama setempat.

4. Dua orang Saksi

Dalam pernikahan, adanya saksi ini juga merupakan sebuah keharusan. Sebagaimana dalam hadits disampaikan bahwa:

“Tidak ada nikah kecuali dengan adanya wali dan dua saksi yang adil.”
(HR. Al-Khamsah )

Saksi dalam pernikahan merupakan rukun pelaksanaan akad nikah. Dan tiap pernikahan harus dipersaksikan oleh dua oraqng saksi.

Tentang syarat-syarat saksi dalam akad nikah adalah sebagai berikut:

1. Laki-laki muslim
2. Adil
3. Akil Baligh
4. Tidak terganggu ingatannya
5. Tidak tuna rungu atau tuli.

Saksi harus berada ditempat berlansungnya akad nikah, menyaksikan akad nikah dari awal hingga akhir

5. Ijab dan Qabul

Adanya ijab dan qabul merupakan rukun dari pernikahan. Adanya ijab dan qabul ini merupakan hal yang menandai adanya akad pernikahan.

6. Sighat Taklik

Apa itu sighat taklik ? Secara bahasa Shighat artinya pernyataan. Taklik talak artinya menggantungkan talak.  Sehingga arti Shighat taklik talak adalah pernyataan menggantungkan talak jika terjadi kasus yang disebutkan dalam pernyataan sighat taklik.

Sighat taklik ditetapkan oleh pemerintah Indonesia melalui Kementerian agama RI dengan tujuan untuk menjaga dan melindungi hak-hak wanita dalam pernikahan. Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) shighat taklik adalah perjanjian yang diucapkan oleh mempelai laki-laki setelah akad nikah berupa janji talak yang digantungkan kepada suatu keadaan tertentu yang mungkin terjadi di masa yang akan datang (KHI pasal 1 Huruf e). Sighat taklik ini tercantum pada buku nikah bagian belakang. Biasanya setelah ijab kabul selesai di hadapan petugas KUA.

Berikut adalah isi dari sighat taklik yang akan dibaca oleh mempelai laki-laki setelah akad pernikahan.

Bismillahirrahmanirrahim.

Sesudah akad nikah, saya Fulan bin fulan berjanji dengan sesungguh hati bahwa saya akan mempergauli istri saya yang bernama fulanah binti fulan dengan baik (Mu’asyarah bil ma’ruf) menurut ajaran Islam.

Kepada istri saya tersebut saya menyatakan sighat taklik sebagai berikut. Apabila saya :

1. Meninggalkan istri saya selama 2 (bulan) berturut-turut;

2. Tidak memberi nafkah wajib kepadanya 3 (tiga) bulan lamanya;

3. Menyakiti badan atau jasmani istri saya;

4. Membiarkan (tidak memedulikan) istri saya selama 6 bulan atau lebih, dan karena perbuatan saya tersebut, istri saya tidak ridha dan mengajukan gugatam kepada pengadilan agama maka apabila gugatannya diterima oleh pengadilan tersebut kemudian istri saya membayar uang sebesar Rp.10.000,- (sepuluh ribu) sebagai ‘iwadl (pengganti) kepada saya maka jatuhlah talak saya satu kepadanya.

Kepada pengadilan agama saya memberikan kuasa untuk menerima uang ‘iwadl (pengganti) tersebut dan menyerahkannya kepada Badan Amil Zakat Nasional setempat untuk keperluan ibadah sosial.

Sebagai catatan kecil sighat taklik ini memang tidak ada tuntunannya dalam syariat Islam. Hanya dimunculkan oleh pemerintah dengan tujuan kebaikan agar pihak laki-laki selalu ingat dan menyadari akan kewajibannya sebagai seorang suami. Selain itu juga untuk melindungi pihak wanita agar tidak diselewengkan atau diperlakukan secara semena-mena oleh laki-laki. Dan semua isi sighat taklik dari 4 poin di atas tidak ada satu pun yang bertentangan dengan syariat Islam dengan arti kata ke empat poin tersebut adalah kewajiban seorang suami terhadap istrinya.

7. Memastikan kehadiran wali dari pihak perempuan

Terkadang karena dibutakan oleh cinta tak sedikit pihak perempuan yang memilih nikah lari (bukan nikah sambil lari-larian ya hehe). Tetapi menikah tanpa seizin dan sepengetahuan orangtua, menikah tanpa ridho orangtua. Dan yang sepertinya juga diberi kemudahan oleh banyaknya bermunculan para penghulu yang mau menjadi wali dan mau menikahkan dengan biaya tertentu.

Hal-hal seperti ini tentu jelas melanggar syariat, pernikahannya tidak sah dan jika mereka melakukan hubungan badan tentu akan terhitung sebagai aktivitas perzinaan. Terkait perlunya menghadirkan wali dari pihak perempuan Rasulullah Saw bersabda dalam beberapa hadits .

Yang pertama adalah hadits Abu Musa, bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Tidak sah pernikahan kecuali dengan wali.”

(HR. Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ahmad)

Melalui hadits Aisyah Rasulullah Saw juga bersabda, “Barang siapa di antara perempuan yang menikah tanpa seizin walinya maka nikahnya dinyatakan batal…Hal ini diucapkan Nabi hingga tiga kali.”

(HR. Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah)

Aisyah berkata Rasulullah Saw bersabda, “Tidak ada nikah kecuali dengan wali, dan sultan (penguasa) adalah wali bagi orang yang tidak mempunyai wali.”

 (HR. Ahmad)

Sementara dalam hadits lain Rasulullah Saw juga bersabda, “Tidak ada nikah kecuali dengan dan dua orang saksi yang adil.” 

(HR.Baihaqi)

Meskipun hadist –hadits di atas menunjukkan tentang kewajiban menghadirkan wali dari pihak perempuan tetapi dalam Islam sendiri ada pendapat yang membolehkan wanita menikahkan dirinya sendiri tanpa wali. Pendapat ini dikemukakan oleh Imam Abu Hanifah.

Namun jumhur ulama mensyaratkan wali harus hadir dalam majelis akad nikah sehingga apabila wali tidak hadir, akad nikah itu dianggap batal.

Al-Hafizh Ibnu Hajar berpendapat bahwa para ulama telah berbeda pendapat tentang wali dalam pernikahan. Jumhur ulama berpendapat demikian, yaitu wali sebagai syarat sah nikah, dan mereka berkata, “Perempuan sama sekali tidak dibolehkan menikahkan dirinya sendiri.”

Kelaziman di Indonesia pun wali perempuan adalah salah satu syarat sah menikah dalam sebuah akad pernikahan. Kecuali jika pernikahan dilakukan secara ilegal, maksud ilegal disini adalah pernikahan tanpa wali dan juga tanpa pencatatan administrasi di Kantor Urusan Agama. Biasanya ini dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang mengaku penghulu dan memanfaatkan kondisi ini sebagai jalan mencari uang.

Maka menjadi sebuah kewajiban bagi setiap laki-laki yang akan menikah untuk memastikan kalau wanita yang akan dinikahinya sudah mendapat ridho dari orangtua atau seseorang yang akan menjadi walinya.

Menyiapkan mahar sesuai permintaan pihak perempuan

“Dan berikanlah mahar kepada perempuan-perempuan yang kamu nikahi sebagai pemberian dengan penuh kerelaan.”

(An-Nisa’ : 4)

Maskawin yang dalam bahasa arab disebut sebagai al-mahr, an-nihlah, al-faridah, ash-shadaq, dan an-nikah. Mahar ditentukan oleh pihak perempuan dan disampaikan pada calon suaminya. Para ulama sepakat kalau mahar adalah suatu hal yang disyariatkan, namun menyebutkan mahar bukan merupakan syarat dalam akad nikah. Seandainya akad nikah dilaksanakan tanpa menyebutkan mahar maka nikahnya tetap sah dan sang suami tetap berkewajiban memberikan mahar kepada istrinya

Ibnu Qudamah dalam kitab Al-Mughni menjelaskan, “Sesungguhnya nikah dianggap sah tanpa menyebutkan nama mahar saat akad nikah menurut sebagian besar ulama.” Akan tetapi, Ibnu Taimiyah menjelaskan, “Menyebutkan mahar saat akad nikah bermanfaat untuk menghindari perselisihan dan dapat mencegah terjadinya pertengkaran dan permusuhan.” Selanjutnya Ibnu Taimiyyah menjelaskan dalam kitab Majmu’ Al-fatawa, “Mahar adalah salah satu rukun nikah dan menikah harus dengan mahar baik dengan ditentukan atau tidak. Pendapat yang mengatakan bahwa mahar bukanlah tujuan utama dari pernikahan adalah suatu pendapat yang tanpa hakikat dan tidak memiliki dasar. Sebab mahar adalah salah satu rukun nikah dan jika meletakkan persyaratan mahar maka lebih berhak untuk dipenuhi, sebagaimana sabda Nabi Saw., “Sesungguhnya suatu syarat yang paling berhak untuk kalian penuhi adalah syarat yang dengannya dihalalkan bagi kalian untuk (menikmati) faraj perempuan.” (HR. Bukhari)

Lebih lanjut Ibnu Taimiyah menjelaskan, “Harta bisa menjadi halal dengan adanya ganti. “Akan tetapi faraj (kemaluan) tidak dihalalkan kecuali dengan mahar. Nikah dapat sah tanpa menentukan dan menetapkan mahar, tapi bukan berarti meniadakan mahar. Sedangkan nikah muthlaq (tanpa menyebutkan mahar), tetap mewajibkan suami memberikan mahar mitsli (mahar yang senilai dengan yang biasa diberikan kepada kerabat perempuan tersebut). Yang telah ditetapkan oleh Al-Qur’an, As-Sunnah, dan ijmak para ulama adalah bahwa menikah dianggap sah tanpa menentukan mahar.”

Mahar biasanya disampaikan oleh pihak wanita pada setelah lamaran diterima. Rasulullah Saw dalam sebuah sabdanya menyebutkan wanita yang paling barakah adalah yang mudah maharnya. Kami do’akan semoga Allah pertemukan anda dengan wanita dengan mahar yang mudah.

Khotbah Nikah

Khutbah nikah adalah bagian dari sunnah Rasulullah Saw sebelum melakukan akad nikah. Untuk menyampaikan khutbah nikah anda bisa meminta seorang ustadz atau penghulu nikah lansung. Namun dalam beberapa kondisi nikah juga disampaikan oleh salah satu dari orangtua mempelai. Meskipun khutbah nikah bukanlah syarat sah dalam sebuah pernikahan tapi ini sangat dianjurkan. Khutbah yang paling mulia adalah khutbah Nabi Muhammad Saw yang disebut ‘Khutbatul Hajah’

Berikut adalah kutipan dari khutbatul hajah yang diambil dari surah Ali-Imran : 102, An-Nisa’ ayat : 1 dan Al-Ahzab : 70 – 71

“Segala puji bagi hanya milik Allah Swt. Kami memuji-Nya, meminta pertolongan-Nya serta ampunan-Nya. Kami berlindung kepada Allah dari kejahatan jiwa-jiwa kami dan keburukan amal perbuatan kami. Barangsiapa diberi petunjuk oleh Allah maka tidak ada seorang pun yang dapat menyesatkannya. Barangsiapa disesatkan oleh Allah maka tiada seorang pun yang dapat memberinya petunjuk. Aku bersaksi bahwa tidak ada illah yang berhak disembah kecuali Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba sekaligus utusan-Nya.

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Rabb-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan istrinya: dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahim.

Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Barangsiapa menaati Allah dan rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.”

Setelah membacakan khutbah di atas seorang khatib yang menyampaikan khutbah nikah juga bisa menambahkan nasihat-nasihat pernikahan atau bagaimana membangun rumah tangga kepada kedua mempelai. 

Demikian materi malam ini, semoga bermanfaat. Kalau ada pertanyaan yuk kita diskusikan di grup.

error: Content is protected !!