Materi 8 : Acknowledge

Bismillah,.

Dear sahabat..
Semoga masih semangat ya dalam memperbaiki diri menjadi pribadi yang lebih baik. Di materi ini kita lanjutkan pembelajarannya, masih melanjutkan materi 8 langkah perbaikan diri. Kita sudah belajar tentang awareness (kesadaran), acceptance (menerima ) dan malam ini kita masuk langkah ketiga yaitu ACKNOWLEGDE atau bahasa kitanya mengakui.

Agar lebih mudah memahami materi ini Saya akan bagikan salah satu kasus proses konsultasi dengan seorang anak yang kecewa dengan orangtuanya. Si anak ini kecewa dengan orangtuanya karena dia merasa orangtuanya tidak sayang padanya, dia merasa orangtuanya tidak peduli padanya, dia merasa orangtuanya tidak perhatian padanya dan tidak mengerti dengan dirinya.

Dia berkisah sejak dia sekolah hingga lulus kuliah orangtuanya tidak mau datang di hari pengambilan rapornya, dia  mengaku juara kelas semasa sekolah namun orangtuanya tidak pernah menganggap itu sebuah prestasi, orangtuanya nggak pernah memujinya. Hal paling menyakitkan terjadi di saat dia wisuda. Orangtuanya tidak hadir, dia sangat kecewa dengan hal ini, lebih parahnya orangtuanya malah memilih pergi bersama teman-temannya tapi tidak mau datang ke wisuda anaknya.

Hal ini sangat menyakitkan baginya, hingga akhirnya dia mengadukan masalahnya pada beberapa orang dan ternyata jawaban orang – orang sama. Menyuruh dia memahami orangtuanya, mengertiin orangtuanya dan memaklumi orangtuanya. Dari jawaban orang – orang ini dia sangat tidak puas karena dia merasa jawaban  ini tidak mengerti perasaannya dan malah secara tidak lansung menyalahkannya.

Sahabat semua, kira – kira tau enggak kenapa dia sangat kecewa dengan jawaban orang – orang tempat dia konsultasi ? Kira – kira apa yang dia butuhkan ?

Yang dibutuhkannya adalah Acknowlegde, mengakui bahwa orangtuanya juga salah. Dia selama ini kesal kepada orang – orang karena kebanyakan orang menyuruh dia sabar, menyuruh dia mengerti dan memaklumi orangtuanya. Nasihat orang – orang ini bagus semua tentunya, tapi si anak yang bermasalah ini butuh dipenuhi dulu ego pribadinya yaitu merasakan apa yang dia rasakan.

Salah satu caranya adalah dengan mengakui dulu kalau orangtuanya salah.

“Benar semua sikap dan hal yang dilakukan orangtuamu itu salah dan keliru, tentunya sebagai orangtua tidak begitu”

Tapi jangan hanya sampai disana, lanjutkan lagi kalimatnya.

“Orangtuamu memang sudah seperti itu keadaannya, begitu sikapnya padamu lalu Kamu mau apa ?”

Biasanya si anak akan menjawab

“Saya mau orangtua saya berubah, saya mau orangtua saya lebih mengertiin Saya, saya mau orangtua Saya peduli dengan Saya dan bla …bla…bla….”

Lalu lanjut lagi bertanya

“Berapa usia orangtuamu ?”

Si anak menjawab

“Usia orangtua Saya 55 tahun”

Kita beri pertanyaan lagi

“Kira – kira berapa persen kemungkinan berubahnya seseorang yang sudah berusia 55 tahun dengan kondisi seperti orangtuamu dan latar belakang pendidikan seperti beliau ?”

Biasanya kalau diberi pertanyaan ini, rata – rata sang anak akan menjawab

“Kemungkinan berubahnya akan sangat kecil”

Kita ajukan pertanyaan lagi

“Kalau seandainya orangtuamu nggak berubah sama sekali kira – kira apa yang akan Kamu lakukan”

Dengan pertanyaan ini biasanya anak akan mikir, karena jawabannya hanya 2 .
Pertama adalah meninggalkan orangtuanya jauh – jauh atau yang kedua adalah menerima orangtua apa adanya lalu tetap berbakti pada orangtua apapun kondisi dan keadaannya. Selama si anak ini shalat InsyaAllah jawabannya tentu menerima orangtua apa adanya.

Kurang lebih demikian gambaran dari proses acknowledge ini. Sebenarnya tahapan ini sangat sederhana tapi biasanya kalau tidak dilalui dengan baik akan membuat diri kita cukup dilema dalam kasus – kasus tertentu.

Kalau diatas dalam kasus hubungan dengan orangtua maka untuk diri sendiri acknowlegde adalah berani melihat kondisi diri saat ini, mengakuinya kalau diri kita saat ini ada kekurangannya dan mengakui kalau dalam diri kita ada sesuatu yang perlu diperbaiki

Kalau dalam kasus hubungan suami istri nanti jika sahabat sudah menikah acknowlegde adalah berani melihat kondisi diri, pasangan dan kualitas hubungannya dan mengakui kalau ada kesalahannya dan hubungan tersebut perlu untuk diperbaiki.

Dalam kasus hubungan suami istri acknowlegde inilah yang cukup sulit untuk ditumbuhkan dalam diri seseorang. Banyak orang yang tidak mau mengakui pernikahannya ada masalah, dia mengaku pernikahannnya baik – baik saja padahal pernikahannya tidak baik – baik. Atau yang lebih sering terjadi juga adalah banyak orang yang sulit mengakui kalau dirinya bersalah tapi sangat bersemangat ketika menceritakan bahwa dirinya adalah korban dan yang salah adalah pasangannya.

Kalau Kamu pernah berinteraksi dengan orang yang sudah menikah dan mereka curhat tentang rumah tangga mereka lebih cenderung  curhatnya  menceritakan dirinya sebagai korban, merasa sudah berbuat baik pada pasangannya dan merasa setiap yang dilakukan pasangannya salah. Apakah dengan hal seperti ini akan dapat solusi ? Tentu tidak karena apapun masalah dalam sebuah rumah tangga masing – masing pihak tetap memiliki kontribusi penyebab terjadi permasalahan tersebut. Maka salah satu solusi perbaikannya adalah ketika seseorang mengakui bahwa dirinya juga pelaku penyebab terjadinya masalah dalam rumah tangga tersebut.

Kita ambil contoh yang paling ekstrim, misalnya ketika seorang wanita yang suaminya selingkuh curhat biasanya akan lebih cenderung menangis – nangis kalau suaminya jahat, suaminya mengecewakannya, suaminya salah dan dia merasa sudah berbuat baik tapi tidak dianggap oleh suaminya.

Pokoknya merasa dirinyalah korban, apakah memang benar begitu ? Tentu tidak sepenuhnya benar ya, karena dalam kasus perselingkuhan baik suami dan istri masing – masing punya peran kesalahannya. Maka ditahap acknowlegde ini mengajak orang yang memiliki masalah ini selain melihat dan mengakui kesalahan di luar tapi juga melihat ke dalam. Mengakui kalau dirinya juga memiliki kesalahan.

Contoh populer yang sering juga temui adalah bagi orang pernikahannya berujung percerain. Coba saja tanya penyebab mereka bercerai. Kebanyakan akan memberi jawaban kalau semua adalah salah mantan suami atau istrinya. Orang yang sulit mengakui kesalahan dirinya ini karena memiliki “mental korban”, merasa kalau dirinya adalah korban. 

Makanya Saya sering sampaikan kalau ada seseorang mau menikah dengan duda atau janda. Coba cek dulu masih  memiliki mental korban atau tidak. Kalau masih memiliki mental korban pikir-pikir dan pertimbangkan lagi untuk melanjutkan. Sebab kalau masih mental korban, dia tidak intropeksi diri, dia nggak belajar, dia tidak apa kesalahannya. Dan, khawatirnya kesalahannya itu terulang lagi di pernikahan yang baru.

Kurang lebih demikian materinya tentang Acknowlegde. Silakan dipahami semoga bermanfaat bagi sahabat semua. Selanjutnya kalau hal – hal yang ingin didiskusikan yuk kita diskusikan di grup ya.

 

error: Content is protected !!